Diberdayakan oleh Blogger.

Kretek Mania


SEJARAH ROKOK KRETEK INDONESIA

Tembakau (tobacco) adalah sejenis tanaman herbal. Tanaman ini berasal dari Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sejarah Tembakau penuh dengan intrik dan nuasa mitos, pada mulanya digunakan oleh orang - orang asli Amerika untuk digunakan sebagai media perobatan. Sejarah mereka pada masa itu banyak dikaitkan dengan tanaman tembakau. Ajaran - ajaran kepercayaan mereka juga ada kaitannya dengan tumbuhan tembakau, dimana pada waktu itu asap tembakau dipercaya dapat memberi perlindungan dari mahluk halus yang sangat jahat dan begitu juga sebaliknya memudahkan mereka mendekati mahluk halus yang baik. Cristoper ColumbusPada waktu itu melintasi laut Atlantik untuk pertama kalinya pada tahun 1942, orang - orang asli Amerika yang telah bermukim di New World telah memberi hadiah daun Tembakau dan seabad setelah itu, merokok telah menjadi trend social, dan selanjutnya telah memberikan manfaat kepada masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi kepada para pengusaha di Amerika Serikat.
Tanaman Tembakau ialah hasil pertanian yang telah melalui proses dari daun tumbuh - tumbuhan genus nicotiana yang sangat segar. Tembakau bisa didapat secara komersil dalam bentuk hasil panen, berupa basah atau kering maupun yang sudah di simpan atau melalui proses diawetkan. Dan sering di hisap ( seperti merokok ) dalam bentuk cerutu, rokok, dengan pipa, tingwe (lintingan sendiri/digulung dengan alat cetak/tangan), tembakau juga bisa dikunyah,"dicelup"(diletakkan antara pipi dan gusi), dan dikulum, atau di hirup kedalam hidung sebagai bahan hisapan dalam bentuk serbuk halus. Tembakau mengandung zat alkoloid nikotin.
Dari catatan sejarah umumnya disimpulkan bahwa yang kali pertama memperkenalkan tembakau ke Nusantara adalah Belanda. Tepatnya ketika ekspedisi pimpinan Cornelis de Houtman mencapai Banten pada 1596. Tidak jelas dengan cara apa tembakau di konsumsi saat itu, namun 10 tahun setelahnya mulai menyebar isu bahwa merokok merupakan aktivitas populer di kalangan elit Banten.
Salah satu bukti awal yang menunjukkan bahwa tembakau telah dikonsumsi di pulau Jawa dapat ditemukan di Kartasura. Dikisahkan bahwa Raja Amangkurat I (1646-1677) biasa menikmati rokok dengan pipa sambil ditemani oleh 30 pelayan wanitanya.
Namun bukan sejarah jika tidak dilingkupi mitos. Sebuah legenda percintaan klasik menyertai kelahiran rokok di Indonesia sehingga membuatnya menjadi sebuah fenomena kultural ketimbang semata-mata sebuah komoditas di pasar. Seperti akan kita lihat nanti, akar kultural rokok ini tidak pernah lepas meskipun industri rokok telah mencapai level masif seperti sekarang.
Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.
Rokok Kretek
Riwayat rokok kretek bermula di Kabupaten Kudus. Menjadi dagangan paling memikat di tangan pengusaha. Para penikmat rokok senantiasa mengharapkan produk yang berkwalitas dari pabrik rokok. Asal usul rokok kretek masih gelap.
Alkisah menurut para orang - orang asli kudus, diriwayatkan rokok kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu 1870 - 1880 an. Pada mulanya penduduk kudus ini sedang merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu berusaha menggoleskan minyak cengkeh tidak berapa lama sakitnya agak reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan melakukan pencampuran dengan bahan tembakau untuk di lintang atau digulung menjadi sebatang rokok.

Waktu itu melinting sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan beberapa modifikasi dengan mencampur bahan cengkeh. Setelah rutin mengisap atau merokok ciptaan djamari merasa sakitnya agak reda. Ia lalu menawarkan kepada kerabat atau tetangganya. Berita ini lantas menyebar bak bom waktu. Permintaan rokok obat mengalir begitu deras. Djamari melayani order rokok cengkeh. Lantaran ketika di hisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi,"kemeretek,..". Maka rokok temuannya djamari di kenal dengan rokok kretek.
Pada mulanya rokok kretek di bungkus dengan klobot atau daun jagung kering. Rokok kretek ini kian di kenal. Namun tidak begitu dengan sang maestro penemunya djamari. Ia diketahui meninggal pada tahun 1890. Siapa dia dan asal usulnya hingga kini masih belum jelas.

Sepuluh Tahun Kemudian

Setelah sepuluh tahun kemudian, penemuan djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di kudus, bisnis rokok di mulai oleh nitisemito pada tahun 1906 dan pada tahun 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek,"Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.


Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Di antara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di JawaSumateraSulawesiKalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar